Jumat, 09 November 2012
PANDANGAN TENTANG ASURANSI DALAM ISLAM
Asuransi adalah perjanjian jaminan dari pihak pemberi jaminan (yaitu perusahaan asuransi) untuk memberi sejumlah harta atau upah secara rutin atau ganti barang yang lain, kepada pihak yang diberi jaminan (yaitu nasabah asuransi), pada waktu terjadi musibah atau kepastian bahaya, yang dijelaskan dengan perjanjian, hal itu sebagai ganti angsuran atau pembayaran yang diberikan oleh nasabah kepada perusahaan.
Dari penjelasan ini nyata bahwa di dalam perjanjian asuransi itu ada unsur:
1. Bentuk dan jumlah jaminan yang akan diberikan pihak perusahaan asuransi.
2. Bahaya atau musibah yang terjadi.
3. Angsuran atau pembayaran yang dibayar oleh nasabah.
SEJARAH ASURANSI
Asuransi pertama kali muncul dalam bentuk asuransi perjalanan di lautan yang muncul pada abad 14 Masehi. Namun asuransi ini memiliki akar sejarah semenjak sebelum Masehi, yaitu bahwa seseorang meminjamkan sejumlah harta riba untuk kapal yang akan berlayar, jika kapal itu hancur, maka pinjaman itu hilang. Jika kapal selamat, maka pinjaman itu dikembalikan dengan riba (tambahan) yang disepakati. Kapal itu digadaikan sementara sebagai jaminan pengembalian hutang dan ribanya.
Demikianlah asal muasal perusahaan asuransi yang merupakan perjanjian yang bersifat riba, berdasarkan unsur perjudian dan menghadang bahaya. Asuransi tetap seperti ini sebagaimana muncul pertama kali.
Kemudian muncul asuransi di daratan di kalangan bangsa Inggris pada abad 17 Masehi. Bentuk asuransi yang pertama kali muncul adalah asuransi kebakaran. Hal ini muncul setelah kejadian kebakaran hebat di kota London pada tahun 1666 Masehi. Lebih dari 13 ribu rumah dan sekitar 100 gereja menjadi korban kebakaran. Kemudian asuransi kebakaran ini menyebar di banyak negara di luar Inggris pada abad 18 Masehi, khususnya di Jerman, Perancis, dan Amerika Serikat. Kemudian asuransi semakin menyebar dan bertambah jenis-jenisnya, khususnya pada abad 20 Masehi.
JENIS-JENIS ASURANSI
Dilihat dari bentuk dan tujuannya, asuransi ada dua jenis:
1) At-Ta’miin at-Tijaariy
Asuransi yang bertujuan mencari keuntungan, atau asuransi yang dijadikan usaha, asuransi yang memiliki angsuran yang pasti. Angsuran ini otomatis menjadi milik perusahaan asuransi sebagai ganti dari pembayaran yang dia tanggung jika terjadi musibah -atau apa yang disepakati. Jika jumlah pembayaran dari perusahaan lebih besar dari uang angsuran, maka itu ditanggung oleh perusahaan, dan merupakan kerugiannya. Jika tidak terjadi musibah, maka angsuran itu menjadi milik perusahaan tanpa ganti apapun. Dan ini merupakan keuntungannya. Inilah asuransi yang dibacarakan di sini. Dan ini terlarang karena bersifat spekulasi yang merugikan salah satu pihak.
2) At-Ta’miin at-Ta’aawuniy
Atau juga disebut at-Ta’miin at-Tabaaduliy atau at-Ta’miin al-Islamiy. Yaitu asuransi gotong-royong atau asuransi yang sesuai dengan agama Islam. Ini tidak bertujuan mencari keuntungan, namun hanyalah bentuk tolong menolong di dalam menanggung kesusahan. Contohnya: sekelompok orang bersama-sama mengumpulkan uang, dengan uang ini mereka membantu orang yang terkena musibah. Perusahaan asuransi islam ini, tidak otomatis memiliki uang angsuran dari nasabah. Demikian juga uang yang dibayarkan ketika terjadi musibah bukan milik perusahaan, namun milik bersama. Perusahaan ini hanyalah menyimpan, mengembangkan, dan memberikan bantuan.
Selain itu ada jenis asuransi yang lain, yaitu:
3) At-Ta’miin al-Ijtima’iy (jaminan keamanan sosial)
Hal ini juga tidak mencari keuntungan, dan bukan asuransi khusus pada seseorang yang khawatir musibah tertentu. Tetapi ini bertujuan untuk membantu orang banyak, yang kemungkinan bisa berjumlah jutaan orang. Seperti yang dilakukan oleh negara-negara terhadap para pegawainya, yang dikenal dengan istilah peraturan pensiun. Yaitu dengan cara memotong gaji bulanan dengan prosentase tertentu, dan ketika telah sampai masa pensiun, uang tersebut diberikannya dalam bentuk gaji pensiun bulanan, atau uang pesangon yang diberikan sekaligus untuk membantu kehidupannya. Bahkan jenis ini sebenarnya tidaklah termasuk asuransi. Hal ini tidak mengapa, asalkan tidak disimpan di bank yang menjalankan riba.
Macam-Macam Asuransi Tijari
At-Ta’miin at-Tijaariy, asuransi yang bertujuan mencari keuntungan sangat banyak macanya, antara lain:
1) Asuransi Kecelakaan
Asuransi jenis ini dilakukan pada harta-harta yang dimiliki, seperti asuransi pencurian, asuransi kebakaran, dan semacamnya. Juga dilakukan pada pertanggungan jawab nasabah, seperti asuransi kecelakaan kendaraan, asuransi kecelakaan kerja, dan semacamnya.
2) Asuransi Pribadi
Yaitu asuransi dari bahaya-bahaya yang berhubungan dengan manusia itu sendiri, di sisi kehidupannya, kesehatannya, atau keselamatannya. Hal ini meliputi asuransi jiwa dan asuransi dari musibah-musibah yang menimpa badan.
3) Asuransi Jiwa
Yaitu perjanjian yang mengharuskan perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada nasabah atau kepada orang ke tiga, sebagai ganti angsuran-angsuran yang diberikan, ketika matinya nasabah, atau tetap hidupnya nasabah sampai umur tertentu. Hal ini ada beberapa macam:
Asuransi untuk Keadaan Kematian
Yaitu diberikan sejumlah uang pada saat kematian nasabah. Ini ada 3 macam:
a) Asuransi Selama Hidup
Yaitu perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada orang yang diasuransikan pada saat kematian orang yang membayar asuransi (nasabah). Jika asuransi untuk jangka tertentu, seperti 20 tahun misalnya, dan nasabah itu mati sebelum lewat 20 tahun, maka angsurannya gugur, dan orang yang diasuransikan berhak mendapatkan jumlah uang asuransi secara penuh. Ini berarti kerugian bagi perusahaan. Dan jika nasabah itu masih hidup lewat 20 tahun, maka angsurannya berhenti, tetapi uang asuransi tidaklah diberikan kepada orang yang diansuransikan kecuali setelah kematian nasabah.
b) Asuransi Selama Waktu Tertentu
Yaitu nasabah membayar angsuran asuransi, dan perusahaan akan membayar sejumlah uang asuransi untuk orang yang diansuransikan jika nasabah mati di dalam jarak waktu asuransi. Jika nasabah masih hidup melewati jarak waktu asuransi, maka ansuran yang telah dia bayar hilang, dan perusahaan mengambil uang tersebut dengan tanpa imbalan apa-apa. Asuransi jenis ini sangat jelas unsur perjudiannya.
c) Asuransi Selama Hidupnya Orang yang Diasuransikan
Yaitu perusahaan asuransi memberikan sejumlah uang kepada orang yang diasuransikan, jika dia tetap hidup setelah kematian orang yang membayar asuransi (nasabah). Tetapi jika orang yang diansuransikan mati sebelum orang yang membayar asuransi (nasabah), maka asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Asuransi jenis ini juga sangat jelas unsur perjudiannya.
Asuransi untuk Keadaan Tetap Hidup
Yaitu tetap hidupnya nasabah, ini kebalikan dari bentuk 1. a. Yaitu nasabah asuransi membayar sejumlah uang tertentu kepada perusahaan asuransi, dan perusahaan juga akan membayar sejumlah uang tertentu juga -yang lebih banyak- pada waktu yang ditentukan, jika nasabah itu tetap hidup sampai waktu tersebut. Tetapi jika nasabah mati sebelum waktu yang ditetapkan, maka asuransi berhenti, dan harta yang telah disetorkan oleh nasabah itu hilang. Dan ahli warisnya tidak dapat memanfaatkannya. Asuransi jenis ini juga sangat jelas unsur perjudiannya.
Asuransi Kombinasi
Yaitu penggabungan dua jenis asuransi di atas. Perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang asuransi kepada orang yang diasuransikan, jika nasabah mati pada selang waktu tertentu, atau membayarkan kepada nasabah jika dia masih hidup setelah selesainya waktu asuransi. Oleh karena itu angsuran angsuransi jenis ini lebih besar dari dua jenis sebelumnya.
Asuransi Dari Musibah-Musibah yang Menimpa Badan
Yaitu perusahaan asuransi menjamin pembayaran sejumlah uang asuransi kepada orang yang diasuransikan, jika nasabah tertimpa musibah yang berkaitan dengan badannya, selama masa asuransi. Atau diberikan kepada orang tertentu, jika nasabah yang mengikuti asuransi itu mati. Asuransi kesehatan termasuk jenis ini, dan terkadang asuransi kesehatan mencakup seluruh jenis penyakit, atau penyakit tubuh yang tertentu, atau tindakan operasi penyakit, atau sebagian penyakit. Dan dokumen transaksi asuransi menentukan jenis bahaya yang diasuransikan dan itu yang mendapatkan jaminan asuransi dari perusahaan.
HUKUM ASURANSI
Asuransi Tijari (yang merupakan usaha untuk mencari keuntungan) dengan semua jenisnya hukumnya haram, karena:
1. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian penggantian harta yang mengandung ketidak pastian dan memuat bahaya yang sangat banyak.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan kerikil dan jual beli gharar.” (HR. Muslim no. 1513)
Jual beli dengan kerikil, seperti seorang penjual mengatakan “Aku menjual kain yang terkena kerikil yang aku lemparkan.” Atau “Aku menjual tanah ini mulai sini sampai jarak kerikil yang aku lemparkan.” Atau semacamnya yang tidak ada kejelasan.
Sedang jual beli gharar yaitu jual beli yang mengandung ketidak jelasan, tipu-daya, dan tidak mampu menyerahkan barang, seperti menjual ikan di dalam kolam, menjual burung yang terbang di udara, dan semacamnya. (Lihat Syarh Muslim karya Imam Nawawi)
2. Asuransi termasuk jenis perjudian. Karena padanya terdapat bahaya kerugian di dalam pertukaran harta, kerugian dengan tanpa berbuat kejahatan atau penyebabnya, dan keuntungan dengan tanpa imbalan atau dengan imbalan yang tidak sepadan. Karena nasabah asuransi terkadang baru menyetor sekali angsuran, lalu terjadi kecelakaan, sehingga perusahaan asuransi menderita kerugian sejumlah uang asuransi. Atau tidak terjadi kecelakaan, sehingga perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan angsuran-angsuran asuransi dengan tanpa imbalan. Dengan demikian asuransi masuk di dalam larangan perjudian di dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأنْصَابُ وَالأزْلامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs. Al-Maidah/5: 90)
3. Perjanjian asuransi mengandung riba. Karena keuntungan yang didapati oleh perusahaan adalah tanpa imbalan, sedangkan keuntungan nasabah merupakan tambahan dari harta pokoknya yang tidak ada imbalannya. Dan larangan riba sangat keras di dalam Islam. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ
لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
“Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (Qs. Al-Baqarah/2: 278-279)
4. Asuransi merupakan perlombaan yang hukumnya haram, karena mengandung ketidak jelasan, bahaya kerugian, dan perjudian. Dan syari’at Islam tidak memperbolehkan perlombaan yang pemenangnya mengambil harta kecuali yang padanya terdapat pembelaan dan kemenangan terhadap Islam untuk meninggikan Islam dengan hujjah atau dengan senjata. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membatasi perlombaan yang pemenangnya mengambil upah dengan tiga macam:
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ أَوْ نَصْلٍ
“Tidak boleh mengambil hadiah harta perlombaan kecuali pada onta, kuda, atau anak panah.” (HR. Abu Dawud, no. 2574; Tirmidzi, no. 1700)
Yaitu tidak boleh mengambil harta dengan perlombaan kecuali pada salah satu dari tiga perkara di atas. Karena ketiganya -dan yang semaknanya- termasuk persiapan peperangan dan kekuatan berjihad memerangi musuh. Dan memberikan hadiah padanya merupakan dorongan kepada jihad. (Lihat Tuhfatul Ahawadzi)
5. Perjanjian asuransi, di dalamnya mengandung pengambilan harta orang lain dengan tanpa imbalan, ini merupakan kebatilan. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (Qs. An-Nisa’/4: 29)
6. Perjanjian asuransi mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Syari’at. Karena perusahaan asuransi tidak membuat kecelakaan dan tidak melakukan perkara yang menyebabkan kecelakaan, namun ia wajib membayar klaim. Hal itu karena perjanjian dengan nasabah untuk menjamin bahaya jika terjadi dengan imbalan setoran angsuran nasabah.
Berdasarkan keterangan ini, maka banyak sekali fatwa para ulama yang mengharamkan asuransi tijari dengan segala jenisnya. Dari penjelasan ini nampak bahwa asuransi yang banyak beredar, yang dilakukan sebagai usaha untuk meraih keuntungan termasuk perkara yang dilarang di dalam Syari’at. Adapun asuransi yang dibolehkan adalah At-Ta’miin at Ta’aawuniy (asuransi gotong royong) sebagaimana di atas. Wallahu a’lam.
[
diringkas dari kitab Mausuu'ah Al-Qadhaayaa Al-Fiqhiyyah Al-Mu'aashirah wal Iqtishaad Al-Islami, karya Syaikh Prof. Dr. Ali Ahmad As-Saaluus, ustadz Fiqh dan Ushuul di kuliyah Syari'at Univ. Qathar, hlm 363-395, penerbit: Dar Ats-Tsaqafah Qathar; dan beberapa tambahan dari rujukan lain]
Sabtu, 03 November 2012
PERAN JASA KEUANGAN DALAM PEREKONOMIAN
Sektor jasa keuangan yang terdiri dari perbankan, perasuransian, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, pasar modal dan lembaga keuangan lainnya mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi perekonomian dan masyarakat pada umumnya. Sektor jasa keuangan tidak saja memberikan kontribusi langsung terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB), bahkan ikut memberikan kontribusi yang tak kalah pentingnya bagi perekonomian dan masyarakat pada umumnya melalui proses intermediasi keuangan (financial intermediation). Melalui proses intermediasi keuangan sektor jasa keuangan mempunyai peranan penting dalam memobilisasi dan mengalokasikan dana dari surplus unit ke deficit unit dalam perekonomian dan dengan demikian ikut menggerakkan dan mendukung perekonomian nasional. Melalui proses intermediasi keuangan sektor jasa keuangan dapat mempengaruhi besarnya investasi dan modal kerja yang tersedia dunia usaha serta tingkat konsumsi masyarakat, yang kesemuanya diperlukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan stabil.
Melalui proses intermediasi keuangan juga terlihat kaitan yang erat antara aspek makro dan mikro ekonomi. Dalam perspektif makro-moneter, pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan, memerlukan likuiditas perekonomian dalam jumlah yang cukup, sesuai dengan yang dibutuhkan. Bila likuiditas perekonomian yang tersedia tidak memadai, kegiatan dan pertumbuhan ekonomi akan terganggu, sebaliknya, likuiditas perekonomian yang berlebihan dapat memicu ketidakstabilan ekonomi seperti meningkatnya laju inflasi dan atau melemahnya nilai tukar. Dalam perspektif mikro-keuangan, sebagian besar likuiditas perekonomian tersebut berasal dari dana yang dihimpun oleh lembaga-kembaga keuangan seperti giro, tabungan dan deposito yang kemudian disalurkan sebagai kredit dan pembiayaan kepada dunia usaha dan masyarakat untuk membiayai investasi, modal kerja dan konsumsi. Sementara itu, melalui pasar modal dapat dilakukan mobilisasi dana-dana jangka panjang guna membiayai investasi jangka panjang yang sangat diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sektor jasa keuangan juga mempunyai peranan penting dalam menyediakan berbagai jasa keuangan yang diperlukan oleh dunia usaha dan masyarakat luas. Bank sebagai lembaga keuangan yang diberi kewenangan oleh undang-undang untuk menerima simpanan masyarakat (depository institution), mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi kewajiban dan melayani puluhan juta nasabah perorangan dan perusahaan yang mempercayakan dananya di bank. Demikian pula halnya dengan perusahaan asuransi mempunyai tanggung jawab terhadap jutaan pemegang polis yang telah membayar premi dan dana pensiun mempunyai tanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya kepada jutaan pensiunan yang telah membayar iuran. Oleh karena itu, keberadaan sektor jasa keuangan yang sehat, stabil, efisien dan dapat dipercaya (amanah) akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi nasabah dan konsumen pada umumnya, dan sebaliknya, sektor jasa keuangan yang tidak sehat, tidak efisien dan tidak amanah, tidak akan dapat melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik dan bahkan dapat merugikan dan membahayakan kepentingan orang banyak.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabil dan berkelanjutan membuka peluang lebih besar bagi sektor jasa keuangan untuk tumbuh dan berkembang, karena permintaan jasa keuangan dari dunia usaha dan masyarakat akan meningkat. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang rendah dan tidak stabil berdampak negatif bagi sektor jasa keuangan, karena permintaan jasa keuangan akan menurun dan bahkan dapat menimbulkan kerugian yang besar karena macetnya kredit dan pembiayaan yang diberikan. Di sisi lain, sektor jasa keuangan yang sehat, efisien dan stabil akan dapat menfasilitasi dan menunjang kegiatan dan pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan. Sebaliknya, sektor jasa keuangan yang tidak sehat, tidak stabil dan tidak efisien, tidak akan dapat menjalankan fungsinya untuk mendukung tercapainya pertumbuhan ekonomi yang stabil dan berkelanjutan, bahkan dapat menjadi pemicu terjadinya krisis ekonomi, seperti krisis ekonomi dan keuangan global tahun 2008-2009 dan krisis ekonomi dan keuangan yang dialami Indonesia tahun 1997-1998.
Selasa, 08 Mei 2012
DENDA DALAM KACA MATA SYARI'AH
Di tengah-tengah masyarakat sering kita jumpai berbagai bentuk denda berkaitan dengan transaksi muamalah. Seorang karyawan yang tidak masuk kerja tanpa izin akan diberikan sanksi berupa pemotongan gaji. Telat membayar angsuran kredit motor juga akan mendapatkan denda setiap hari, dengan nominal rupiah tertentu. Seorang penerjemah buku juga akan didenda dengan nominal tertentu setiap harinya oleh penerbit, jika buku ternyata belum selesai diterjemahkan sampai batas waktu yang telah disepakati. Percetakan yang tidak tepat waktu juga dituntut untuk membayar denda dengan jumlah tertentu. Bayar listrik sesudah tanggal 20 juga akan dikenai denda oleh pihak PLN.
Bagaimanakah hukum dari berbagai jenis denda di atas, apakah diperbolehkan secara mutlak, ataukah terlarang secara mutlak, ataukah perlu rincian? Inilah tema bahasan kita pada edisi ini. Persyaratan denda sebagaimana di atas diistilahkan oleh para ulama dengan nama syarth jaza’i.
Hukum persyaratan semisal ini berkaitan erat dengan hukum syarat dalam transaksi dalam pandangan para ulama. Ulama tidak memiliki titik pandang yang sama terkait dengan hukum asal berbagai bentuk transaksi dan persyaratan di dalamnya, ada dua pendapat.
Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum asalnya adalah terlarang, kecuali persyaratan-persyaratan yang dibolehkan oleh syariat. Adapun pendapat kedua menegaskan bahwa hukum asal dalam masalah ini adalah sah dan boleh, tidak haram dan tidak pula batal, kecuali terdapat dalil dari syariat yang menunjukkan haram dan batalnya.
Singkat kata, pendapat yang lebih tepat adalah pendapat yang kedua, dengan alasan sebagai berikut:
a. Dalam banyak ayat dan hadits, kita dapatkan perintah untuk memenuhi perjanjian, transaksi, dan persyaratan, serta menunaikan amanah. Jika memenuhi dan memperhatikan perjanjian secara umum adalah perkara yang diperintahkan, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa hukum asal transaksi dan persyaratan adalah sah. Makna dari sahnya transaksi adalah maksud diadakannya transaksi itu terwujud, sedangkan maksud pokok dari transaksi adalah dijalankan.
b. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Kaum muslimin itu berkewajiban melaksanakan persyaratan yang telah mereka sepakati.” (Hr. Abu Daud dan Tirmidzi)
Makna kandungan hadits ini didukung oleh berbagai dalil dari al-Quran dan as-Sunnah. Maksud dari persyaratan adalah mewajibkan sesuatu yang pada asalnya tidak wajib, tidak pula haram. Segala sesuatu yang hukumnya mubah akan berubah menjadi wajib jika terdapat persyaratan.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyyah dan muridnya, Ibnul Qayyim. Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Segala syarat yang tidak menyelisihi syariat adalah sah, dalam semua bentuk transaksi. Semisal penjual yang diberi syarat agar melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu dalam transaksi jual-beli, baik maksud pokoknya adalah penjual ataupun barang yang diperdagangkan. Syarat dan transaksi jual-belinya adalah sah.”
Ibnul Qayyim mengatakan, “Kaidah yang sesuai dengan syariat adalah segala syarat yang menyelisihi hukum Allah dan kitab-Nya adalah syarat yang dinilai tidak ada (batil). Adapun syarat yang tidak demikian adalah tergolong syarat yang harus dilaksanakan, karena kaum muslimin berkewajiban memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama, kecuali persyaratan yang menghalalkan yang haram atau mengharamkan yang halal. Inilah pendapat yang dipilih oleh guru kami, Ibnu Taimiyyah.”
Berdasar keterangan di atas, maka syarth jaza’i adalah diperbolehkan, asalkan hakikat transaksi tersebut bukanlah transaksi utang-piutang dan nominal dendanya wajar, sesuai dengan besarnya kerugian secara riil.
Berikut ini adalah kutipan dua fatwa para ulama:
Yang pertama adalah keputusan Majma’ Fikih Islami yang bernaung di bawah Munazhamah Mu’tamar Islami, yang merupakan hasil pertemuan mereka yang ke-12 di Riyadh, Arab Saudi, yang berlangsung dari tgl 23–28 September 2000. Hasil keputusannya adalah sebagai berikut:
Keputusan pertama. Syarth jaza’i adalah kesepakatan antara dua orang yang mengadakan transaksi untuk menetapkan kompensasi materi yang berhak didapatkan oleh pihak yang membuat persyaratan, disebabkan kerugian yang diterima karena pihak kedua tidak melaksanakan kewajibannya atau terlambat dalam melaksanakan kewajibannya.
Keputusan kedua. Adanya syarth jaza’i (denda) yang disebabkan oleh keterlambatan penyerahan barang dalam transaksi salam tidak dibolehkan, karena hakikat transaksi salam adalah utang, sedangkan persyaratan adanya denda dalam utang-piutang dikarenakan faktor keterlambatan adalah suatu hal yang terlarang. Sebaliknya, adanya kesepakatan denda sesuai kesepakatan kedua belah pihak dalam transaksi istishna’ adalah hal yang dibolehkan, selama tidak ada kondisi tak terduga.
Istishna’ adalah kesepakatan bahwa salah satu pihak akan membuatkan benda tertentu untuk pihak kedua, sesuai dengan pesanan yang diminta. Namun bila pembeli dalam transaksi ba’i bit-taqshith (jual-beli kredit) terlambat menyerahkan cicilan dari waktu yang telah ditetapkan, maka dia tidak boleh dipaksa untuk membayar tambahan (denda) apa pun, baik dengan adanya perjanjian sebelumnya ataupun tanpa perjanjian, karena hal tersebut adalah riba yang haram.
Keputusan ketiga. Perjanjian denda ini boleh diadakan bersamaan dengan transaksi asli, boleh pula dibuat kesepakatan menyusul, sebelum terjadinya kerugian.
Keputusan keempat. Persyaratan denda ini dibolehkan untuk semua bentuk transaksi finansial, selain transaksi-transaksi yang hakikatnya adalah transaksi utang-piutang, karena persyaratan denda dalam transaksi utang adalah riba senyatanya.
Berdasarkan hal ini, maka persyaratan ini dibolehkan dalam transaksi muqawalah bagi muqawil (orang yang berjanji untuk melakukan hal tertentu untuk melengkapi syarat tertentu, semisal membangun rumah atau memperbaiki jalan raya).
Muqawalah adalah kesepakatan antara dua belah pihak, pihak pertama berjanji melakukan hal tertentu untuk kepentingan pihak kedua dengan jumlah upah tertentu dan dalam jangka waktu yang tertentu pula. Demikian pula, persyaratan denda dalam transaksi taurid (ekspor impor) adalah syarat yang dibolehkan, asalkan syarat tersebut ditujukan untuk pihak pengekspor.
Demikian juga dalam transaksi istishna’, asalkan syarat tersebut ditujukan untuk pihak produsen, jika pihak-pihak tersebut tidak melaksanakan kewajibannya atau terlambat dalam melaksanakan kewajibannya.
Akan tetapi, tidak boleh diadakan persyaratan denda dalam jual-beli kredit sebagai akibat pembeli yang terlambat untuk melunasi sisa cicilan, baik karena faktor kesulitan ekonomi ataupun keengganan. Demikian pula dalam transaksi istishna’ untuk pihak pemesan barang, jika dia terlambat menunaikan kewajibannya.
Keputusan kelima. Kerugian yang boleh dikompensasikan adalah kerugian finansial yang riil atau lepasnya keuntungan yang bisa dipastikan. Jadi, tidak mencakup kerugian etika atau kerugian yang bersifat abstrak.
Keputusan keenam. Persyaratan denda ini tidak berlaku, jika terbukti bahwa inkonsistensi terhadap transaksi itu disebabkan oleh faktor yang tidak diinginkan, atau terbukti tidak ada kerugian apa pun disebabkan adanya pihak yang inkonsisten dengan transaksi.
Keputusan ketujuh. Berdasarkan permintaan salah satu pihak pengadilan, dibolehkan untuk merevisi nominal denda jika ada alasan yang bisa dibenarkan dalam hal ini, atau disebabkan jumlah nominal tersebut sangat tidak wajar.
Yang kedua adalah fatwa Haiah Kibar Ulama Saudi. Secara ringkas, keputusan mereka adalah sebagai berikut, “Syarth Jaza’i yang terdapat dalam berbagai transaksi adalah syarat yang benar dan diakui sehingga wajib dijalankan, selama tidak ada alasan pembenar untuk inkonsistensi dengan perjanjian yang sudah disepakati.
Jika ada alasan yang diakui secara syar’i, maka alasan tersebut mengugurkan kewajiban membayar denda sampai alasan tersebut berakhir.
Jika nominal denda terlalu berlebihan menurut konsesus masyarakat setempat, sehingga tujuan pokoknya adalah ancaman dengan denda, dan nominal tersebut jauh dari tuntutan kaidah syariat, maka denda tersebut wajib dikembalikan kepada jumlah nominal yang adil, sesuai dengan besarnya keuntungan yang hilang atau besarnya kerugian yang terjadi.
Jika nilai nominal tidak kunjung disepakati, maka denda dikembalikan kepada keputusan pengadilan, setelah mendengarkan saran dari pakar dalam bidangnya, dalam rangka melaksanakan firman Allah, yaitu surat an-Nisa’: 58.” (Taudhih al-Ahkam: 4/253–255)
Jadi, anggapan sebagian orang bahwa syarth jaza’i secara mutlak itu mengandung unsur riba nasi’ah adalah anggapan yang tidak benar. Anggapan ini tidaklah salah jika ditujukan untuk transaksi-transaksi yang pada asalnya adalah utang-piutang, semisal jual-beli kredit dan transaksi salam.
Penulis: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar, S.S.
Artikel: www.pengusahamuslim.com
Rabu, 21 Maret 2012
BUATLAH PRINSIP-PRINSIP MENDASAR DALAM BISNIS ANDA!
Dunia tidak akan selamanya seperti ini. Lanskap bisnis akan terus berubah. Kompetisi yang semakin sengit tidak mungkin dihindari lagi. Globalisasi dan teknologi akan membuat pelanggan semakin pintar. Kalau kita tidak sensitive dan tidak cepat - cepat mengubah diri, maka kita akan habis."Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka akan mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri," Al Qur'an Surat Ar - Ra'd : 11.
Dan saya ingat cerita yang indah Nabi Nuh yang dibisiki Tuhan bahwa akan ada banjir besar, tapi Nabi adalah orang yang sensitif. Lalu Nabi Nuh membuat kapal. Kita bukan Nabi, tidak munngkin Tuhan itu dengan gampang membisiki kita kalau kita tidak sangat dekat dengan Tuhan. Karena itu kita harus mendekatkan diri pada Tuhan secara terus menerus mengasah sensitifitas terhadap perubahan, sehingga kita lebih siap menghadapi persaingan.
"GUARD YOUR NAME, BE CLEAR WHO YOU ARE"
Menjadi koruptor termasuk orang yang tidak bisa menjaga nama baik. padahal di dalam marketing diajarkan, "brand name is every thing". Dalam berdagang Nabi dikenal jujur sehingga mendapat julukan Al Amien. Mister Clean, Mister Trusty. Jadi dengan demikian Nabi Muhammad sudah memberikan contoh, bahwa positioning dan diferensiasinya berbeda disbanding dengan pedagang - pedagang lain.
"CUSTOMER ARE DIFFERS, GO FIRST TO WHOM REALLY NEED YOU"
Sebetulnya ini adalah prinsip segmentation. Anda tidak perlu pergi ke semua orang yang businessman, tetapi pergilah ke orang yang betul - betul membutuhkan Anda. "Hai manusia sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki - laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku - suku, supaya saling kenal mengenal," Al-Qur'an Surat Al Hujuraat : 13
Jadi kita berbisnis harus menetukan siapa target pasar kita. Be honest kalau Anda tidak bisa melayani suatu segmen karena Anda tidak mampu, jangan masuk ke situ. Layanilah orang - orang yang betul - betul menjadi priority target market Anda.
Jumat, 17 Februari 2012
Macam-macam Riba :
Riba Fadl (1)
Riba fadl disebut juga riba buyu yang timbul akibat pertukaran
barang sejenis yang tidak memenuhi criteria kualitasnya,
sama kualitasnya, dan sama penyerahannya. Pertukaran semisal ini
mengandung gharar yaitu ketidakjelasan bagi kedua pihak akan
nilai masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidakjelasan ini
dapat menimbulkan tindakan dzalim bagi masing-masing pihak.
Ketika kaum Yahudi kalah dalam perang Khaibar, maka harta mereka
diambil sebagai rampasan perang (ghanimah), termasuk di antaranya
adalah perhiasan yang terbuat dari emas dan perak. Tentu saja perhiasan
itu bukan gaya hidup kaum muslimin. Oleh karena itu, Yahudi
berusaha membeli perhiasannya yang terbuat dari emas dan perak
tersebut yang akan dibayar dengan uang yang terbuat dari emas (dinar)
dan uang yang terbuat dari perak (dirham). Jadi yang terjadi bukan
jual beli, tetapi pertukaran barang yang sejenis. Emas ditukar dengan
emas, perak ditukar dengan perak.
Perhiasan perak dengan berat setara dengan 40 dirham (satu uqiyah)
dijual kaum Muslimin kepada kaum Yahudi dua atau tiga dirham, padahal
nilai perhiasan perak seberat satu uqiyah jauh lebih tinggi dari sekedar
2-3 dirham. Jadi muncul ketidakjelasan (gharar) akan nnilai perhiasan
perak dan nilai uang perak (dirham).
Mendengar hal tersebut Rasulullah SAW mencegahnya dan
bersabda: “ Dari Abu Said al-Khudri ra, Rasulullah SAW bersabda :
Transaksi pertukaran emas dengan emas harus sama takaran, timbangan
dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba, perak dengan
perak harus sama takaran dan timbangan dan tangan ke tangan (tunai),
kelebihannya adalah riba, gandum dengan gandum harus sama takaran,
timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelabihannya adalah riba, korma
dengan korma harus sama takaran, timbangan dan tangan ke tangan (tunai),
kelebihannya adalah riba, garam dengan garam harus sama takaran,
timbangan dan tangan ke tangan (tunai) kelebihannya adalah riba.”
Riwayat Muslim)
Di luar keenam jenis barang ini dibolehkan asalkan dilakukan
penyerahannya pada saat yang sama. Rasulullah SAW bersabda:
“ Jangan kamu bertransaksi satu dinar dengan dua dinar, satu dirham
dengan dua dirham; satu sha dengan dua sha karena aku khawatir
akan terjadi riba (al rama). Seorang bertanya; wahai Rasul:
bagaimana jika seseorang menjual seekor kuda dengan beberapa
ekor kuda dan seekor unta dengan beberapa ekor unta?
Jawab Nabi SAW: “Tidak mengapa, asal dilakukan dengan
tangan ke tangan (langsung).” (HR.Ahmad dan Thabrani)
Dalam perbankan konvensional, riba fadl dapat ditemui dalam
transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan dengan cara
tunai atau spot.(kit/pkes)
Riba Nasi-ah (2)
Riba nasi-ah juga disebut juga riba duyun, yaitu riba yang timbul
akibat hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untung muncul
bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama
biaya (al kharaj bi dhaman). Riba nasi-ah ditemui pada bunga kredit,
bunga deposito, bunga tabungan dan bunga giro.
Nasi-ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis
barang ribawi yang dipertukarkan dengan barang ribawi lainnya.
Riba nasi-ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang yang diserahkan
kemudian. Jadi untung (al ghunmu) muncul tanpa adanya resiko (al ghurmi),
hasil usaha (al kharaj) muncul tanpa adanya biaya (dhaman); al ghunmu
dan al kharaj muncul hanya dengan berjalannya waktu.
Padahal bisnis selalu ada kemungkinan untung dan rugi. Memastikan
sesuatu di luar kewenangan manusia adalah bentuk kedzaliman
(QS.Al Hasyr: 18 dan QS Luqman: 34).Pertukaran kewajiban
menanggung beban ini dapat menimbulkan tindakan dzalim tidak
hanya kedua pihak yang melakukan transaksi tetapi juga pihak di luar mereka.
Dalam perbankan konvensional, riba nasi-ah dapat ditemui dalam
pembayaran bunga kredit, bunga deposito, bunga tabungan, dan giro.(kit/pkes)
Langganan:
Postingan (Atom)
VISI MISI KSPPS Baitut Tamwil Muhamka
VISI Terwujudnya Lembaga Keuangan Syariah yang Unggul dan Berkualitas MISI 1. Melaksanakan dakwah Bil Hal dalam Muamalah Ekonomi Syariah- k...
-
BTM Pekalongan, Kantor Cabang Kajen siap melayani Talangan Umroh, bagi mitra/anggota yang siap menjalankan ibadah Umroh di Mekah... Sila...
-
BERCEMIN PADA SOSOK PENDIRI MUHAMMADIYAH Oleh Imam Nurdin *) KHA. Dahlam, sebagai pendiri Muhammadiyah selagi hayat telah meletakan dasar-da...
-
Kantor Pesat KSPPS Baitut Tamwil MuhamKa SEJARAH SINGKAT KSPPS BAITUT TAMWIL MUHAMMADIYAH KAJEN (KSPPS BT MUHAMKA) Berdirinya Baitut Tamwi...